Judul artikel diatas mungkin ada yang mencibir. "Buat apa SPP mahal jika tak terjangkau bagi orang miskin..." "Kalau SPP m...
Judul artikel diatas mungkin ada yang mencibir. "Buat apa SPP mahal jika tak terjangkau bagi orang miskin..." "Kalau SPP mahal, anakku dapat apa?" "Ada-ada saja kepala sekolahnya, emang dia lupa pesan di surah al-Maun?". Merintis sekolah mahal itu lebih rumit ketimbang sekolah yang murah apalagi tanpa dipungut biaya sepeser pun. Kepala sekolah yang merintis sekolah berbiaya mahal akan berfikir keras tentang 2 hal : biaya operasional tiap bulannya dan bagaimana wujud nyata dari SPP mahal tadi.
Kerabat saya Bpk Sya'in kodir, walau lajang dan usianya lebih muda 2-3 tahun, tetap saya gelari "bapak" karena beliau kini seorang Kepala sekolah. Alumnus UMM malang ini melakukan langkah berani di lembaga yang ia pimpin. SD Muhammadiyah 3 Malang yang awalnya mati suri, ia bangun kembali dengan nama SD Muhammadiyah 3 as-Salaam Arjosari. Lembaga yang bangkit dari tidur panjangnya ini berani bersaing dengan SD Unggulan al-Ya'lu (berafiliasi ke Syiah).
Tahun pertama ia jalani dengan 2 personel. Dia sendiri dan seorang guru perempuan. Kepsek, guru, hingga merangkap jadi cleaning service dijalani dengan sepenuh hati oleh bpk Syai'in. Tahun pertama mendapat lebih dari 12 murid dengan mematok SPP 200 ribu dan uang gedung 4 juta rupiah. Tahun kedua untuk siswa baru dengan promosi Door to door, mendapat lebih dari 20 murid. Sekolah ini pernah digratiskan, diluar dugaan hanya memperoleh 3 murid. "Sekolah muhammadiyah harus berani mahal dan harus jaga amanah wali murid". Ujarnya.
Tahun kedua, junlah personel SD Muhammadiyah 3 as-Salaam bertambah. Dari 2 orang mejadi 5 orang. 1 laki laki dan 4 guru perempuan. Sudah termasuk guru yang merangkap sebagai guru mengaji. Dari pengalaman bpk Syai'in, mengambil hati orang kaya agar menyekolahkan anaknya di lembaganya hanya butuh 2 cara : pelayanan yang baik dan seger tampilkan perkembangan atau –kemajuan-kemajuan anak. "Foto si anak bisa qiroah di podium dishare di grup WA mereka sudah bahagia". Dalam lomba Pekan Taaruf Pelajar Muhammadiyah (PETAPEM) tahun 2017 di Ponpes Muhammadiyah al-Munawwaroh malang, murid-murid yang ia bawa untuk ikut lomba meraih juara 2 baca puisi, juara 2 paduan suara dan juara 3 cerdas cermat.
Jika seorang kepsek mampu menjalankan 2 hal tadi, wali/orang tua murid akan antusias membantu berbagai agenda/kegiatan sekolah. Boleh jadi, bpk Syai'in satu satunya kepsek Muhammadiyah di Malang raya yang berani berlakukan "sekolah tanpa PR". Kebijakan ini pernah dipertanyakan oleh wali murid. Lantas ia jawab, "anak bisa kami beri PR jika orang tua bersedia mendampinginya saat mengerjakan. Apakah anda sanggup?" Kata bpk Syai’in kepada salah satu wali murid yang berangkat bekerja dan pulang tidak sempat melihat sinar matahari.
Memasuki tahun kedua, sebagian wali Murid meminta full day school. Tapi belum ia kabulkan karena kendala SDM dan belum diterbitkan program-program ketika nanti diberlakukan full day school. Saya pribadi tidak sepakat dengan full day. Karena kemampuan atau daya serap manusia terbatas dari jam 7 hingga jelang pk 11.00 wib. Alangkah baiknya jika jam pelajaran anak anak di jenjang sekolah Dasar dipersingkat. Cukup 3 jam dan usahakan gurunya memberi pemahaman sehingga murid tak perlu ikut les tambahan lagi. Wallahu’allam
Oleh: Fadh Ahmad Arifan
*Penulis adalah alumni Pascasarjana UIN Malang. WA 085330040043
Tidak ada komentar